Temui Demo Jurnalis Tolak Revisi UU Penyiaran, Ketua DPRD Gresik : Kami Akan Sampaikan Tuntutan ke Perwakilan di DPR RI

Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir saat menemui para jurnalis yang berdemo Tolak Revisi UU Penyiaran tahun 2002 di Gedung DPRD Gresik, Senin (03/06/2024).
Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir saat menemui para jurnalis yang berdemo Tolak Revisi UU Penyiaran tahun 2002 di Gedung DPRD Gresik, Senin (03/06/2024).

Gresik – Tolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Aliansi Jurnalis Gresik Bersatu lakukan aksi demo ke kantor DPRD Gresik, Senin (03/06/2024). Dalam orasinya Aliansi Jurnalis Gresik Bersatu menyuarakan penolakan adanya Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah dibahas BALEG DPR RI pada 27 Maret 2024 lalu.

Mereka berpandangan bahwa RUU terbaru tersebut berpotensi memberangus kebebasan pers dan keterbukaan informasi public. Karena pada RUU tersebut padda Pasal 50 B ayat 2 huruf c secara eksplisit menyatakan pelarangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

Saat menemui para jurnalis di Gedung DPRD, Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir menyampaikan pihaknya sangat mendukung upaya yang dilakukan teman-teman jurnalis.

“DPRD Gresik sangat mendukung (langkah wartawan Gresik), tetapi karena ini kewenangannya ada di DPR RI, kami akan menyampaikan semua tuntutan tersebut kepada perwakilan kami di DPR RI,” tegasnya.

Menurut Ketua DPRD Gresik ini, salah satu pilar demokrasi adalah pers. Sehingga, keberadaan pers harus dijaga bersama-sama.

“Kalau memang revisi UU Penyiaran kontra dengan UU 40/1999, maka harus dibatalkan. Karena ini merupakan produk reformasi yang harus kita jaga bersama,” ucap Ketua DPRD Gresik Abdul Qodir.

Advertisements
Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir saat menemui para jurnalis yang berdemo Tolak Revisi UU Penyiaran tahun 2002 di Gedung DPRD Gresik, Senin (03/06/2024).
Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir saat menemui para jurnalis yang berdemo Tolak Revisi UU Penyiaran tahun 2002 di Gedung DPRD Gresik, Senin (03/06/2024).

Sementara itu Korlap Aksi Miftahul Arif menyampaikan, jurnalistik investigasi telah banyak berkontribusi pada kebebasan berekspresi dan perkembangan media massa dalam menyampaikan informasi ke publik. Sebab, di balik tumpukan kebenaran dan keadaan yang serba tidak pasti, satu-satunya sarana bagi jurnalis untuk bisa menerobos dan membongkarnya adalah teknik jurnalistik investigasi. Sehingga jurnalistik investigasi merupakan nyawa terakhir bagi para jurnalis.

Bawahsanya sudah kita ketahui semua, penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi yang berlangsung selama ini telah menggunakan frekuensi publik untuk mengutamakan kepentingan dan memenuhi hak-hak konstitusional publik atas informasi.

“Oleh karena itu, tidak boleh ada pasal apapun yang melarang jurnalistik investigasi demi mengutamakan kepentingan segelintir orang atau elite dan penguasa,” tegasnya.

Didalam draf revisi RUU terbaru dijelaskan di Pasal 50 B ayat 2 huruf k yang menyatakan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.

“Pasal ini merupakan pasal yang memiliki kriteria implementatif serupa dengan pasal 27A UU ITE nomor 01 tahun 2024 yang masih menjadi multi interpretasi dan berpotensi dijadikan alat kekuasaan untuk membungkam dan menjerat insan pers ke ranah hukum atas kritiknya. Sebagaimana dalam UU pers nomor 40 tahun 1999 telah diatur mekanisme penyelesaiannya jika ada pemberitaan yang merugikan salah satu pihak,” jlentreh Miftahul Arif yang juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Wartawan Gresik ini.

Selanjutnya dalam Pasal 8A huruf (q) disebutkan bahwa KPI dalam menjalankan tugasnya berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Hal ini terjadi tumpang tindih dengan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers yang menyebutkan bahwa sengketa pers mekanisme penyelesaiannya melibatkan Dewan Pers. Termasuk di pasal 42 ayat 2 juga menyebut bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI.

Advertisements

Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan. Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“ Oleh karena itu kami yang tergabung dalam Jurnalis Gresik Bersatu, menolak tegas atas revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tidak ada ditunda-tunda, tegas kita menolak,” tutupnya.

Pada aksi demo tersebut Jurnalis Gresik Bersatu juga meminta kesepakatan dukungan penolakan revisi UU Penyiaran 2002 dari Pemkab dan DPRD Gresik yang ber isi.

  1. Pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers segera dicabut.
  2. Meminta DPR RI mengkaji kembali RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pemangku kepentingan seperti Dewan Pers, organisasi profesi, akademisi, pers mahasiswa dan aktivis demokrasi.
  3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas jurnalis di berbagai platform.
  4. Meminta DPR RI memastikan perlindungan hukum terhadap kebebasan pers dalam setiap perundangan-undangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *